Seperti halnya perkembangan film di dunia, perfilman di Indonesia juga mengalami pasang surut dari masa ke masa. Sejarah perfilman di Indonesia dapat ditelusuri dari masa penjajahan hingga era sekarang ini. Saat ini, dunia perfilman Indonesia dapat dikatakan tengah menggeliat bangun. Berikut ini sejarah perfilman di Indonesia dari masa ke masa.
Periode penjajahan Belanda Bangsa Indonesia mulai mengenal film pada 1900, ketika masih dijajah oleh Belanda. Dalam kurun waktu dua setengah dekade berikutnya, film-film dari Amerika dan China mulai masuk ke Indonesia. Pada 1926, Indonesia mulai memproduksi film sendiri yang berjudul Lotoeng Kasaroeng, karya G. Kruger dan L. Heuveldorp. Walaupun dibuat oleh orang Jerman dan Belanda, film yang diproduksi oleh NV Jaya Film Company di Bandung ini dianggap sebagai film Indonesia pertama karena menampilkan cerita asli Indonesia.
Perfilman Indonesia semakin tumbuh saat orang-orang Tionghoa mulai mengambil alih secara ekonomi. Pada titik ini dapat dilihat bahwa pijakan awal industri film Indonesia lebih bersifat sosio-ekonomi, bukan sosio-budaya. Pasalnya, pembuat filmnya adalah nonpribumi, sementara sebagian pemain dan ceritanya diambil dari Indonesia. Berawal dari Teater Film Periode penjajahan Jepang Di era pemerintahan Jepang, terjadi pemasungan luar biasa terhadap perfilman Indonesia.
Pasalnya, produksi film yang diperbolehkan hanyalah film propaganda yang mengagungkan kehebatan Jepang, sedangkan semua film asing dilarang masuk ke Indonesia. Pada periode ini, masyarakat hanya dapat menonton film produksi Jepang dan film Indonesia yang sudah ada. Periode 1945-1949 Pada awal kemerdekaan, perusahaan Pasific Corporation milik Belanda diubah menjadi Pusat Perfilman Nasional bersamaan dengan hadirnya Persatuan Artis Film Indonesia . Sayangnya, perkembangan ini tidak didukung regulasi yang kondusif untuk memacu pertumbuhan perfilman Indonesia.
Akibatnya, kompetisi menjadi tidak seimbang karena film asing membanjiri Indonesia sementara produksi sendiri belum kuat. Periode 1950-1959 Pada periode ini, perfilman Indonesia diwarnai karya pekerja film yang sebagian berasal dari tenaga terpelajar dan tergabung dalam organisasi seniman film. Pada 30 Maret 1950, Usmar Ismail mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia dan produksi pertamanya adalah film Darah dan Doa. Film Darah dan Doa karya Usmar Ismail adalah film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia dan diproduksi oleh perusahaan milik sendiri.
Pada 23 April 1951, Perseroan Artis Republik Indonesia yang dipimpin oleh Djamaluddin Malik resmi berdiri sebagai tempat bernaung artis film dan sandiwara. Pada 1955, terbentuklah Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Persatuan Pers Film Indonesia yang menunjukkan kesadaran akan pentingnya promosi film. Masih di tahun yang sama, Festival Film Indonesia pertama kali diselenggarakan. Pada 1959, film India mulai masuk ke Indonesia dan langsung disukai oleh masyarakat.
Periode 1970-1990, Memasuki tahun 1970, industri perfilman Indonesia mulai bangkit Pada periode ini, teknologi pembuatan film dan industri bioskop mengalami kemajuan cukup pesat. Tahun 1980 film nasional dapat diproduksi melalui kaset. Pada 1990-an, terjadi penurunan drastis produksi film Indonesia dan menjadi periode terparah sejak kebangkitan pada awal 1970. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti perkembangan televisi swasta, sistem manajemen perusahaan perfilman, dan persaingan dengan film asing.
Pada 1998, perfilman nasional mulai bangkit kembali. Salah satunya ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dalam jumlah produksi. Pada 2008 hingga sekarang, film Indonesia mampu menguasai sebagian besar layar bioskop di tanah air.
Sumber :
Oleh : Jeremiah Nathanael S. X IPS 3/10
Comentarios